narasipacitan.com_Fakta mengenai kasus bunuh diri di Pacitan mencengangkan. Dari data yang dilaporkan di kepolisian setempat, sepanjang tahun 2023 angka bunuh diri mencapai 16 kasus. Naik dari tahun 2022 yang tercatat sebanyak 11 kasus. Ini menggambarkan rata-rata satu nyawa warga Pacitan melayang akibat gantung diri. Kasus bunuh diri ibarat fenomena gunung es. Disinyalir, ada beberapa kasus yang underreporting (tidak dilaporkan).
Peneliti Kesehatan mental, Dr.Sandersan Onie memberi fakta mengejutkan. Aksi bunuh diri bisa menular. Para pelaku bunuh diri menganggap mengakhiri hidup adalah pilihan terakhir. Itu diperparah ketika mereka terekspos kasus bunuh diri yang dekat dengan mereka. Bisa lewat media sosial. Potensi untuk melakukan aksi serupa semakin besar.
“Di Indonesia, kita sangat kurang dalam adanya intervensi atau penanganan bunuh diri, dikarenakan kurangnya peneliti atau expert yang fokus dalam bidang bunuh diri,” ujarnya seperti dikutip Kompas.com.
Tren kasus bunuh diri banyak ditemukan di wilayah berpenghasilan rendah. Namun, bukan hanya factor ekonomi. Penelitian yang dilakukan Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia (INASP) terhadap tren bunuh diri di Indonesia, menunjukkan bahwa keluarga memainkan faktor kunci untuk bunuh diri. Dimana banyak individu terdorong untuk bunuh diri karena konflik dengan keluarga.
Namun sebaliknya, sering kali tidak mencoba bunuh diri karena juga memikirkan keluarga. Faktor lain termasuk akses ke perawatan psikologis, di mana hanya ada kurang dari 5.000 psikolog dan psikiater untuk seluruh populasi, dengan lebih sedikit lagi yang terlatih dalam pencegahan bunuh diri praktis.(agn)